Apakah Kegiatan Endorsement Influencer Terkena Pajak?

Modernisasi perkembangan zaman, menuntut adanya suatu perubahan yang awalnya dilakukan secara manual beralih menjadi digital. Siapa menyangka semua kegiatan yang dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia sudah beralih modern. Perubahan ini tentu membawa banyak dampak positif seperti membuka lapangan pekerjaan, mempermudah berkomunikasi jarak jauh, hingga mengetahui informasi-informasi terbaru dengan cepat. Berada di era yang sedang marak-maraknya penggunaan media sosial membuat orang berbondong-bondong ingin menjadi terkenal dan populer di media sosial.

Orang yang terkenal/populer di media sosial dikenal sebagai influencer atau selebgram. Kepopuleran tersebut dimanfaatkan untuk memperoleh penghasilan baik berupa active income ataupun passive income. Influencer memanfaatkan peluang dengan membuka jasa promosi barang dan/atau jasa dari suatu brand/merk. Kegiatan promosi tersebut disebut endorse. Tentu istilah endorse tidak asing lagi terdengar bahkan telah menjadi hal yang lumrah.

Endorse merupakan strategi promosi dengan menggunakan jasa dari influencer sehingga dapat mempengaruhi keinginan customer untuk membeli produk. Beberapa hal yang diperhatikan ketika menggunakan jasa endorse di antaranya jumlah followers, dan engagement rate. Engagement rate yakni suatu metrik dasar yang digunakan untuk mengukur kinerja sebuah konten dalam suatu pemasaran.

Atas kegiatan endorse yang dilakukan, maka influencer akan memperoleh penghasilan. Lalu apakah penghasilan atas endorsment influencer dikenakan pajak? Setiap orang yang memperoleh penghasilan apabila penghasilan tersebut termasuk kedalam kategori objek pajak maka, tetap dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tak terkecuali atas penghasilan endorsment influencer. Berdasarkan Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan beserta aturan penegasannya, penghasilan yang diterima dari kegiatan endorsement dikenakan pajak karena tergolong kedalam transaksi e-commerce.

Atas transaksi tersebut dikenakan PPh 21 bagi influencer non badan, serta influencer berhubungan langsung dengan pengguna jasa ataupun PPh 23 bagi influencer badan serta jika pengguna jasa menggunakan jasa pihak ketiga/agen. Tarif PPh 21 menggunakan tarif progresif dengan tarif terbaru sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), terdapat 5 lapisan tarif, yakni:

  1. Penghasilan 0-60 juta dikenakan tarif 5%
  2. Penghasilan 60 juta-250 juta dikenakan tarif 15%
  3. Penghasilan 250 juta-500 juta dikenakan tarif 25%
  4. Penghasilan 500 juta-5 miliar dikenakan tarif 30%
  5. Penghasilan di atas 5 miliar dikenakan tarif 35%.

Dengan dasar perhitungan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 161/PMK/2016 terkait besaran PTKP yang boleh dikurangkan dari penghasilan netto setahun dan influencer wajib melaporkannya sendiri pada SPT Tahunan Orang Pribadi. Sedangkan, jika dikenakan PPh 23, maka terdapat 2 tarif yakni 15% dan 2% tergantung pada objek pajaknya. 15% untuk objek pajak berupa bunga, dividen, royalti, hadiah dan 2% ditujukan pada objek sewa dan jasa.

Dengan hal tersebut, maka pengguna endorse wajib melakukan pemotongan PPh 23. Apabila kasusnya seorang influencer memperoleh penghasilan dari luar negeri, maka akan dikenakan PPh 26 sebesar 20% dari penghasilan bruto atau menggunakan tarif yang telah disetujui dalam Penghindaran Pengenaan Pajak Berganda (P3B).

Berdasarkan peraturan penerapan dalam Surat Ederan Dirjen Pajak No. SE-62/PJ/2013 huruf G mengatur terkait ketentuan dalam undang-undang pajak penghasilan dan aturan pelaksanaannya berlaku bagi wajib pajak yang melakukan transaksi e-commerce, dengan ketentuan:

Objek pajak atas transaksi tersebut yakni penghasilan atau setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh wajib pajak, baik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat menambah kekayaan wajib pajak bersangkutan. Fee/pembayaran yang diterima influencer wajib dilaporkan pajaknya, apalagi telah mencapai puluhan juta atau telah diatas penghasilan tidak kena pajak.

Bagi influencer yang telah menjadi wajib pajak, diharapkan tidak lalai dalam memenuhi kewajiban perpajakannya karena DJP memiliki akses untuk memantau media sosial wajib pajak melalui system SONETA (Social Networks Analytics). SONETA dikenal sebagai sebuah system yang akan memantau wajib pajak yang memperlihatkan/memamerkan harta kekayaan di media sosial ataupun memperoleh penghasilan dari media flatform digital. Hal ini ditujukkan sebagai upaya pengawasan pajak. Maka, pentingnya konsultan pajak dalam membantu wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Dengan adanya modernisasi perkembangan zaman menuntut adanya suatu perubahan. Salah satunya kegiatan endorsement yang tergolong kedalam transaksi e-commerse. Dimana atas transaksi tersebut dikenakan pajak penghasilan PPh 21, 23 dan 26. Pengenaan pajak terhadap endorsement influencer hal ini telah sesuai dengan asas keadilan dan telah diatur dalam Surat Ederan Dirjen Pajak No. SE-62/PJ/2013.