Indonesia Bergabung Dalam Perjanjian MLI STTR: Membangun Kerjasama Pajak yang Sehat

Indonesia menandatangani MLI STTR untuk meminimalkan kompetisi tarif pajak tidak sehat. Kesepakatan ini berdampak pada pengusaha, meningkatkan kepastian hukum namun juga mengurangi celah pajak. Mari kita lihat implikasi serta contoh kasusnya!

Indonesia Bergabung Dalam Perjanjian MLI STTR: Membangun Kerjasama Pajak yang Sehat
Photo by Vidhi K / Unsplash

Halo, teman-teman! Ada kabar menarik nih dari dunia perpajakan internasional. Pada tanggal 19 September 2024 kemarin, Indonesia resmi menandatangani Multilateral Instrument Subject to Tax Rule (MLI STTR). Apa sih MLI STTR ini? Mari kita bahas lebih dalam!

Pertama-tama, MLI STTR ini adalah upaya untuk meminimalkan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat antar negara. Buat kita yang awam, kompetisi ini terjadi ketika negara-negara berusaha menarik investor dengan menurunkan tarif pajak secara berlebihan, yang tentunya bisa merugikan perekonomian negara itu sendiri. Menkeu Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa masalah ini menjadi perhatian serius, khususnya bagi negara-negara mitra dagang kita.

Dalam pernyataannya di media sosial, Sri Mulyani mengatakan, “Perjanjian penting ini merefleksikan fakta bahwa MLI STTR menjadi prioritas penting bagi banyak negara berkembang yang menjadi anggota Inclusive Framework of Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).” Wah, ada istilah BEPS di sini! BEPS itu sendiri merujuk pada praktik yang dilakukan oleh perusahaan multinasional untuk memindahkan keuntungan ke negara dengan tarif pajak rendah. Hal ini tentunya tidak adil untuk negara yang seharusnya mendapat bagian dari pajak tersebut.

Nah, dengan penandatanganan MLI STTR ini, Indonesia berharap bisa mendapatkan kembali hak-hak pemajakan atas berbagai transaksi lintas batas, terutama yang berkaitan dengan bunga, royalti, dan jasa lainnya. Jadi, perjanjian ini bukan hanya tentang pajak, tetapi juga tentang keadilan dalam berbisnis secara internasional.

Tak hanya Indonesia, 42 negara dan yurisdiksi lainnya juga memainkan peran penting dalam kesepakatan ini. Ini menunjukkan bahwa kerjasama antar negara sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan pajak yang lebih sehat dan transparan.

Dampak Positif bagi Pengusaha di Indonesia

  1. Kepastian Hukum : Dengan adanya MLI STTR, pengusaha Indonesia bisa mendapatkan kepastian hukum dalam transaksi lintas batas. Ini akan membantu mereka merencanakan bisnis dengan lebih baik tanpa khawatir akan perubahan regulasi yang mendadak.
  2. Meningkatkan Daya Saing : Dengan mengurangi praktik pajak yang tidak sehat, pengusaha dalam negeri bisa bersaing secara lebih fair dengan perusahaan asing di pasar internasional. Hal ini bisa mendorong pertumbuhan bisnis lokal.
  3. Akses Pasar Global : Kerjasama dengan negara-negara lain melalui MLI STTR bisa membuka lebih banyak peluang pasar bagi pengusaha Indonesia. Mereka bisa lebih mudah menjalin kerjasama internasional tanpa risiko pajak yang merugikan.

Dampak Negatif bagi Pengusaha di Indonesia

  1. Kenaikan Pajak : Salah satu dampak dari kesepakatan ini adalah kemungkinan pengusaha di Indonesia harus membayar pajak yang lebih tinggi atas beberapa jenis transaksi karena hilangnya celah pajak yang sebelumnya ada. Ini bisa menyebabkan peningkatan biaya operasional bagi perusahaan.
  2. Tantangan Adaptasi : Bagi pengusaha yang terbiasa dengan skema pajak yang lebih menguntungkan, perubahan ini mungkin memerlukan penyesuaian dan adaptasi yang lebih besar, yang bisa jadi rumit dan membutuhkan waktu.
  3. Bersaing di Level yang Sama : Meskipun persaingan bisa jadi lebih adil, pengusaha lokal harus siap bersaing dengan perusahaan multinasional yang lebih besar dan lebih kuat, yang mungkin akan memiliki kemampuan lebih baik dalam beradaptasi dengan regulasi baru.

Contoh Kasus: Perusahaan A

Mari kita ambil contoh sebuah perusahaan fiktif, Perusahaan A, yang bergerak di bidang teknologi di Indonesia. Perusahaan A pernah melakukan strategi pengalihan keuntungan ke negara dengan tarif pajak rendah melalui transfer pricing.

Sebelum MLI STTR :

  • Pendapatan dari Layanan: Rp 1.000.000.000
  • Biaya Operasional: Rp 700.000.000
  • Keuntungan Sebelum Pajak: Rp 300.000.000
  • Pajak di Indonesia (25%): Rp 75.000.000
  • Pengalihan Keuntungan ke negara B: Rp 200.000.000
  • Pajak di negara B (10%): Rp 20.000.000

Total pajak yang dibayarkan = Rp 75.000.000 (Indonesia) + Rp 20.000.000 (negara B) = Rp 95.000.000 .

Setelah MLI STTR :
Kini, Perusahaan A tidak dapat lagi mengalihkan sebagian keuntungan ke negara dengan tarif pajak rendah, sehingga satu-satunya pajak yang dibayarkan harus kepada pemerintah Indonesia.

  • Pajak di Indonesia (25% dari Rp 300.000.000) = Rp 75.000.000

Total pajak yang dibayarkan setelah MLI STTR = Rp 75.000.000 .

Kesimpulan

Melalui contoh kasus di atas, kita bisa melihat bagaimana dengan penandatanganan MLI STTR, perusahaan tidak lagi dapat memanfaatkan celah pajak. Meskipun total pajak yang dibayarkan menjadi lebih rendah berdasarkan perhitungan sebelumnya, perusahaan harus bersiap untuk beroperasi di sistem pajak yang lebih ketat dan transparan.

Jadi, sebagai warga negara, kita bisa merasa bangga karena Indonesia berkomitmen dalam upaya ini. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kita serius untuk menciptakan iklim investasi yang fair dan berkelanjutan. Dengan mempertimbangkan dampak positif dan negatif ini, semoga para pengusaha di Indonesia bisa bersiap dan beradaptasi dengan perubahan yang ada. Yuk, kita jaga kolaborasi ini demi kebaikan perekonomian Indonesia!

Sekian dulu cerita tentang MLI STTR kali ini. Simak terus blog ini untuk informasi menarik lainnya ya!