Keringanan Pajak Tanpa Keringanan Tanggung Jawab: 3 Kelompok Ini Tidak Wajib Pembukuan Tapi Wajib Catat

Tiga kelompok wajib pajak boleh tak buat pembukuan, tapi wajib catat secara rinci pendapatan, biaya, harta, dan kewajiban sesuai PMK 81/2024. Kepatuhan tetap utama meski sistemnya lebih ringan

Dalam rangka menyederhanakan sistem perpajakan bagi wajib pajak kecil dan menengah, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 telah memberikan kelonggaran kewajiban pembukuan bagi tiga kelompok wajib pajak tertentu. Namun, meskipun tidak diwajibkan membuat buku pembukuan formal seperti perusahaan besar, mereka tetap harus melakukan pencatatan administrasi pajak secara rinci dan terstruktur.

Artinya, tidak ada jalan pintas untuk menghindari tanggung jawab perpajakan. Justru, kebijakan ini dirancang untuk memastikan transparansi dan kepatuhan tanpa memberatkan pengusaha mikro dan pekerja bebas yang belum memiliki sumber daya administratif yang kuat. Berikut penjelasan sistematis dan menarik tentang siapa saja yang termasuk dalam ketiga pihak tersebut, serta contoh nyata dari kasus sehari-hari agar lebih mudah dipahami.


1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menggunakan NPPN

Pertama, ada wajib pajak orang pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas, namun peredaran brutonya kurang dari Rp4,8 miliar per tahun. Mereka boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), sehingga tidak perlu menyelenggarakan pembukuan lengkap seperti korporasi.

Namun, mereka wajib mencatat:

  • Peredaran bruto dari aktivitas usaha/pekerjaan bebas yang dikenai PPh non-final.
  • Penghasilan bruto dari luar kegiatan usaha.
  • Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut.
  • Data tentang penghasilan yang bukan objek pajak atau dikenai PPh final.

🔍 Contoh Kasus:

Andi adalah freelance graphic designer di Jakarta. Ia menerima penghasilan dari client lokal maupun internasional, dengan total pendapatan sekitar Rp3,5 miliar per tahun. Ia memilih menggunakan NPPN karena tidak memiliki staf akuntan dan ingin sistemnya sederhana.

Meskipun ia tidak membuat jurnal harian atau neraca laba rugi, Andi harus mencatat:

  • Setiap invoice yang diterima (misal: Rp10 juta dari proyek desain logo).
  • Biaya internet, listrik, komputer, dan software (misal: Rp700 ribu/bulan).
  • Gaji penyewa ruang kerja bersama (Rp1,2 juta/bulan).

Jika ia memiliki dua jenis usaha—desain grafis dan jasa konsultasi digital—maka pencatatan harus terpisah per bidang usaha. Artinya, tidak bisa hanya ditulis “pendapatan Rp3,5 miliar” secara umum.

Pelajaran: Kewajiban pencatatan bukan berarti "tulis saja", tapi harus terstruktur, dapat diverifikasi, dan relevan saat ditinjau oleh DJP.

2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Tidak Melakukan Usaha atau Pekerjaan Bebas

Kelompok kedua ini terdiri dari warga negara Indonesia yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, namun tetap memiliki penghasilan yang dikenai PPh non-final — misalnya bunga deposito, dividen, atau royalti dari karya tulis.

Mereka juga tidak wajib membuat pembukuan, tetapi harus mencatat:

  • Penghasilan bruto yang dikenai PPh non-final.
  • Biaya yang digunakan untuk mendapatkan penghasilan itu (contoh: biaya pemrosesan dokumen royalti).
  • Penghasilan yang tidak objek pajak atau dikenai PPh final.

🔍 Contoh Kasus:

Lina seorang penulis buku mandiri yang sudah menerbitkan 3 buku. Setiap tahun ia mendapat royalti sebesar Rp1,2 miliar dari penerbit. Selain itu, ia juga punya tabungan berbunga di bank, bernilai Rp50 juta per bulan (total bunga Rp600 juta/tahun).

Ia tidak menjalankan usaha, tapi semua pendapatan ini masuk ke dalam kewajiban pajak. Maka, Lina harus mencatat:

  • Royalti dari penerbit: Rp1,2 miliar → dicatat sebagai pendapatan bruto.
  • Biaya penulisan, editing, atau transportasi ke pertemuan penerbit (jika ada): Rp150 juta.
  • Pendapatan bunga bank: Rp600 juta.
  • Tidak perlu mencatat jika bunga < Rp10 juta (karena dianggap ritel dan tidak kena PPh).
⚠️ Catatan: Jika Lina menggunakan uang hasil royalti untuk membeli perlengkapan menulis, maka itu adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan, asalkan dibuktikan dengan kwitansi.

3. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Memenuhi Kriteria Khusus

Pihak ketiga ini sangat penting karena sering disalahpahami. Ini adalah wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, tetapi seluruh pendapatan mereka dikenai PPh final atau bukan objek pajak, dan total peredaran brutonya tidak melebihi Rp4,8 miliar per tahun.

Contohnya: pedagang online yang menjual barang dengan tarif PPh final 0,5% atau pelaku seni yang menerima honor dari acara dengan PPh final 1%.

🔍 Contoh Kasus:

Raka adalah seniman lukis yang berjualan di galeri dan marketplace online. Semua penjualannya dilakukan dengan PPh final 1%, dan total pendapatannya sekitar Rp4,5 miliar per tahun. Ia tidak memiliki gaji karyawan, tidak punya tempat usaha tetap, dan hanya mengelola satu merek.

Meskipun ia tidak wajib mencatat setiap transaksi secara formal, ia tetap harus mencatat:

  • Penghasilan bruto dari luar kegiatan usaha (misalnya, hasil penjualan dari media sosial).
  • Biaya yang dikeluarkan untuk produksi lukisan (cat, kanvas, alat lukis).
  • Data pendapatan yang bukan objek pajak atau dikenai PPh final.

Jika Raka juga punya pekerjaan lain di luar seni, seperti pengajar les privat, maka pencatatan harus terpisah antara “seni” dan “les”.


Pencatatan Harta dan Kewajiban: Hal yang Sering Diabaikan

Salah satu poin penting yang sering dilewatkan adalah bahwa ketiga kelompok ini juga wajib mencatat harta dan kewajiban. Ini penting untuk evaluasi keuangan, audit, atau penilaian kapasitas finansial.

Misalnya:

  • Mobil pribadi yang digunakan untuk bisnis (wajib dicatat).
  • Pinjaman pribadi dari keluarga yang digunakan untuk modal usaha.
  • Aset digital seperti domain atau lisensi software.

Tanpa pencatatan ini, risiko kesalahan saat pelaporan pajak meningkat drastis.


Apa Bedanya Pencatatan dengan Pembukuan?

Aspek Pencatatan Pembukuan
Tujuan Untuk kepatuhan pajak dan data pendukung Untuk laporan keuangan perusahaan
Format Bisa dalam buku catatan, spreadsheet, aplikasi Harus mengikuti standar akuntansi (e.g., akuntansi manajemen)
Kewajiban Hanya bagi 3 kelompok tertentu Wajib bagi semua WP badan & WP OP > Rp4,8 miliar
Kontrol Mudah, fleksibel Kompleks, butuh profesional

Penutup

Keputusan pemerintah untuk mengizinkan pencatatan tanpa pembukuan adalah langkah bijak untuk mendorong partisipasi wajib pajak kecil dalam sistem ekonomi formal. Namun, ini bukan jaminan bebas pajak — malah menjadi perlindungan bagi wajib pajak yang ingin patuh tapi minim sumber daya.

Bagi Anda yang termasuk dalam tiga kategori tersebut — pekerja lepas, pengusaha mikro, atau pemilik usaha individu — pencatatan bukan sekadar keharusan hukum, tapi fondasi penting dari kebebasan finansial jangka panjang. Tantangan terbesarnya bukan soal kepatuhan, melain pada kemampuan mencatat secara sistematis, akurat, dan memadai.

Untuk membantu Anda menjalankan kewajiban itu tanpa ribet, Matasigma hadir sebagai mitra digital yang menyediakan solusi komprehensif khusus bagi individu seperti:

  • Freelancer, penulis, seniman, dan konsultan mandiri.
  • Pemilik usaha kecil yang belum memiliki sistem akuntansi formal.
  • Profesional sukses dengan kebutuhan keuangan kompleks, mulai dari perencanaan pajak hingga pengelolaan aset pribadi.

💡 Apa yang Ditawarkan Matasigma untuk Individu?

  1. Layanan Pencatatan Otomatis & Aman
    Gunakan platform berbasis AI yang bisa menarik data dari rekening bank, e-commerce, aplikasi kasir, hingga faktur elektronik — secara otomatis mengklasifikasikan pendapatan, biaya, dan transaksi tanpa perlu input manual setiap hari.
  2. Integrasi Langsung dengan Perangkat Lunak Favorit
    Matasigma mendukung koneksi API dengan Google Sheets, Excel, Moka POS, Pawoon, Tokopedia, Bukalapak, dan banyak lagi — membuat pencatatan lebih cepat dan terintegrasi.
  3. Pengelolaan Pajak Berbasis NPPN & PPh Final
    Solusi spesifik untuk pengguna NPPN dan pelaku bisnis yang dikenai PPh final. Matasigma akan menghitung kewajiban pajak secara otomatis dan siap digunakan untuk pelaporan SPT tahunan.
  4. Perlindungan Aset & Rencana Suksesi Pribadi
    Untuk profesional atau pemilik bisnis keluarga, Matasigma juga menyediakan layanan wealth management, perencanaan pajak pribadi, dan rencana suksesi untuk memastikan keberlangsungan keuangan secara holistik.
  5. Dukungan Profesional & Validasi Manual
    Setiap laporan yang dihasilkan oleh AI melalui proses validasi oleh tim akuntan dan konsultan pajak bersertifikasi. Ini memastikan bahwa hasil pencatatan tidak hanya otomatis, tapi juga legal dan dapat dipertanggungjawabkan saat audit.
📌 Ingat: Pencatatan bukan sekadar keharusan — tapi bentuk kecerdasan keuangan di era digital. Dan dengan Matasigma, Anda tidak harus melakukannya sendiri.

Mulai sekarang, gunakan teknologi yang canggih untuk menjaga kepatuhan, menghindari risiko, dan fokus pada apa yang paling penting: berkembang sebagai individu dan pengusaha.

✅ Gunakan aplikasi pencatatan seperti Excel, Google Sheets, atau software akuntansi ringan — tetapi untuk efisiensi maksimal, pertimbangkan integrasi dengan platform Matasigma yang dibangun khusus untuk individu modern.

Catatan: Matasigma bernaung di bawah Milko Hutabarat dan Rekan, serta memiliki izin resmi dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), sehingga layanannya dapat dipercaya dan sesuai regulasi.