Mengapa Banyak Wajib Pajak Salah Kaprah tentang Pembukuan dan Pencatatan?
Pelajari perbedaan antara pembukuan dan pencatatan serta pentingnya keduanya bagi wajib pajak, untuk memudahkan penghitungan pajak dan memenuhi kewajiban perpajakan yang tepat.
Banyak banget wajib pajak yang kebingungan soal pembukuan dan pencatatan, dan mereka juga sering bertanya-tanya apakah mereka perlu melakukan salah satu dari dua hal itu. Nah, sebenarnya, pembukuan dan pencatatan ini adalah inti dari akuntansi komersial. Dari sudut pandang perpajakan, dua aktivitas ini sangat penting, soalnya apa yang kita catat akan jadi dasar untuk menghitung pajak yang harus dibayar.
Sebagian besar wajib pajak orang pribadi yang menjalani usaha atau pekerjaan lepas dan wajib pajak badan di Indonesia diharuskan untuk menyusun pembukuan. Ini diatur dalam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang sudah beberapa kali diubah, terakhir diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007.
Pengecualian Kewajiban Pembukuan
Tapi, ada pengecualian buat wajib pajak orang pribadi yang menjalani usaha atau pekerjaan lepas yang sesuai dengan aturan perpajakan, jadi mereka bisa menghitung penghasilan neto mereka dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto jika penghasilan bruto mereka dalam setahun kurang dari Rp4,8 miliar. Meskipun begitu, mereka tetap harus melakukan pencatatan. Kewajiban pencatatan ini juga berlaku untuk wajib pajak yang tidak melakukan usaha atau pekerjaan lepas.
Perbedaan Pembukuan dan Pencatatan
Lalu, sebenernya apa bedanya pembukuan dan pencatatan dalam perundang-undangan perpajakan? Dalam Pasal 1 angka 26 UU KUP, disebutkan bahwa pembukuan itu adalah proses pencatatan yang dilakukan dengan teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan, termasuk aset, utang, modal, penghasilan, dan biaya, hingga dapat disusun laporan keuangan seperti neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak.
Syarat Pembukuan
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi saat mengadakan pembukuan, yaitu:
- Dilaksanakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan usaha yang sebenarnya.
- Dilaksanakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
- Jika menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah, wajib pajak harus mendapat izin dari Menteri Keuangan.
- Dilaksanakan dengan prinsip taat asas dan menggunakan metode akrual atau kas.
- Minimal harus mencakup catatan tentang harta, utang, modal, penghasilan, biaya, penjualan dan pembelian agar bisa menghitung pajak yang harus dibayar.
Syarat Pencatatan
Sementara itu, dalam Pasal 28 ayat UU KUP, pencatatan itu adalah pengumpulan data yang dilakukan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto, yang jadi dasar untuk menghitung pajak terutang. Ini juga meliputi penghasilan yang bukan objek pajak atau yang dikenakan pajak final.
Ada juga Peraturan Menteri Keuangan No. 197/PMK.03/2017 tentang Bentuk dan Tata Cara Pencatatan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, yang mengatur syarat-syarat pencatatan, antara lain:
a. Pencatatan harus teratur dan mencerminkan keadaan sebenarnya dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia.
b. Pencatatan harus dilakukan secara kronologis sepanjang tahun.
c. Pencatatan harus menggambarkan:
- Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto.
- Penghasilan yang bukan objek pajak atau yang dikenakan pajak final.
Bagi wajib pajak yang punya lebih dari satu jenis usaha atau tempat usaha, pencatatan harus jelas untuk masing-masing jenis atau tempat usaha. Selain itu, wajib pajak orang pribadi juga harus mencatat harta dan utang mereka.
Tujuan dari penyelenggaraan pembukuan dan pencatatan ini adalah untuk memudahkan wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya, seperti pengisian surat pemberitahuan (SPT), penghitungan penghasilan kena pajak, penghitungan PPN dan PPnBM, serta untuk mengetahui posisi keuangan dari hasil kegiatan usaha atau pekerjaan lepas.
Perlu digarisbawahi, segala bentuk buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program online wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal wajib pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan wajib pajak online.