Panduan Praktis untuk Tim Pemasaran dalam Memahami Metrik dan Mendorong Pertumbuhan Perusahaan

Tim pemasaran sering kewalahan mengelola data yang melimpah. Artikel ini menjelaskan cara memahami metrik pemasaran secara strategis, memanfaatkan AI untuk otomatisasi, dan mendorong pertumbuhan perusahaan yang berkelanjutan.

Di era digital yang serba cepat, tim pemasaran di Indonesia—baik di perusahaan rintisan maupun korporasi besar—dihadapkan pada tantangan yang sama: banjir data. Mereka memiliki akses ke lebih banyak informasi pemasaran dibanding lima tahun lalu, bahkan hingga 230% lebih banyak. Namun, ironisnya, hampir separuh Chief Marketing Officer (CMO) mengaku masih kesulitan mengukur dampak pemasaran secara akurat. Masalahnya bukan pada kurangnya data, melainkan pada ketidakmampuan mengubah data tersebut menjadi wawasan yang dapat ditindaklanjuti.

Dalam konteks ini, memahami metrik pemasaran bukan sekadar membaca angka, melainkan menghubungkannya dengan tujuan bisnis nyata. Dan di sinilah peran AI serta platform berbasis data modern menjadi penentu keberhasilan. Artikel ini membahas bagaimana tim pemasaran dapat bekerja lebih produktif dan bermakna melalui pendekatan berbasis data yang terstruktur, didukung oleh teknologi yang tepat.

Poin Utama yang Akan Dibahas:

  • Banjir data tidak otomatis menghasilkan keputusan yang lebih baik—tanpa integrasi dan konteks.
  • Literasi data di kalangan pemasar masih rendah, terutama di UMKM.
  • AI bukan pengganti pemasar, melainkan alat untuk memperkuat penilaian dan menyederhanakan kompleksitas.
  • Konsolidasi teknologi pemasaran menjadi kunci menghindari fragmentasi tools yang tidak efisien.
  • Platform berbasis data yang intuitif memungkinkan semua tim—tanpa latar belakang analitik—mengambil tindakan strategis.

1. Masalah : Bukan Kurang Data, Tapi Kurang Wawasan

Banyak tim pemasaran di Indonesia masih terjebak dalam siklus mengumpulkan data tanpa benar-benar memahami artinya. Mereka memiliki dashboard penuh angka—CTR, CPC, ROAS, konversi—namun sering kali angka-angka itu hanya digunakan untuk pelaporan rutin, bukan sebagai dasar pengambilan keputusan strategis.

Menurut wawancara dengan CEO Supermetrics, masalah utama bukan pada hygiene data atau volume data, melainkan pada fragmentasi tools dan kurangnya sumber kebenaran tunggal (single source of truth). Tim menggunakan puluhan platform berbeda—Google Ads, Meta, TikTok, CRM, email marketing—tanpa integrasi yang memadai. Akibatnya, setiap laporan bisa berbeda, dan keputusan strategis dibuat berdasarkan asumsi, bukan fakta.

Contoh kasus: sebuah UMKM fashion di Bandung mungkin melihat peningkatan klik di Instagram Ads, tetapi tidak tahu apakah klik tersebut benar-benar menghasilkan penjualan karena data penjualan dari e-commerce tidak terhubung dengan data iklan. Tanpa integrasi, metrik menjadi terpisah dari dampak bisnis sebenarnya.


2. Literasi Data: Tantangan Struktural bagi Tim Pemasaran

Salah satu hambatan terbesar dalam penerapan pemasaran berbasis data adalah kesenjangan keterampilan. Tidak semua tim pemasaran memiliki akses ke ilmuwan data atau analis khusus—apalagi di segmen UMKM. Namun, mereka tetap dituntut untuk “bertindak berdasarkan data”.

Ini menciptakan paradoks: di satu sisi, perusahaan ingin menjadi data-driven; di sisi lain, mereka tidak memberikan pelatihan, kerangka kerja, atau alat yang memadai untuk memahami data tersebut.

Solusinya bukan hanya pelatihan, tetapi juga desain ulang alat analitik agar lebih intuitif. Platform modern kini dirancang agar pemasar tanpa latar belakang teknis sekalipun bisa memahami wawasan utama dari data—tanpa perlu gelar di bidang ilmu data.


3. Peran AI: Meningkatkan, Bukan Menggantikan Pemasar

AI sering disalahpahami sebagai ancaman terhadap pekerjaan manusia. Namun, dalam konteks pemasaran, AI justru berperan sebagai asisten cerdas yang memperkuat penilaian manusia, bukan menggantikannya.

Beberapa use case AI yang paling bernilai bagi tim pemasaran meliputi:

  • Otomatisasi pelaporan: Mengurangi waktu yang dihabiskan untuk menyusun laporan manual.
  • Deteksi anomali: Memberi tahu tim ketika ada perubahan signifikan dalam kinerja kampanye.
  • Prediksi kinerja kampanye: Membantu merencanakan anggaran dan alokasi sumber daya.
  • Personalisasi perjalanan pelanggan: Mengotomatiskan pesan berdasarkan perilaku pengguna secara real-time.

Namun, penting dicatat: AI hanya sebaik data yang mendasarinya. Jika datanya tidak akurat, tidak terintegrasi, atau tidak relevan, hasil AI pun akan menyesatkan [1]. Inilah mengapa fondasi data yang kuat—seperti yang dibangun selama 15 tahun oleh perusahaan seperti Supermetrics—menjadi prasyarat utama sebelum menerapkan AI.


4. Konsolidasi Teknologi: Menuju Platform Terpadu

Selama bertahun-tahun, CMO di seluruh dunia—termasuk di Indonesia—membangun marketing tech stack yang terdiri dari puluhan alat terpisah. Ini tidak hanya mahal, tetapi juga menciptakan silo data yang menghambat kolaborasi dan kecepatan pengambilan keputusan.

Tren terkini menunjukkan adanya dorongan kuat menuju konsolidasi. Perusahaan mulai mencari platform terpadu yang mencakup empat fungsi inti:

  1. Menghubungkan data dari berbagai sumber.
  2. Mengelola dan menyimpan data secara terpusat.
  3. Menganalisis data untuk menghasilkan wawasan.
  4. Mengaktifkan tindakan berdasarkan wawasan tersebut—misalnya melalui personalisasi real-time.

Akuisisi Relay42 oleh Supermetrics, misalnya, merupakan langkah strategis untuk melengkapi fungsi “aktivasi” tersebut, memungkinkan pemasar tidak hanya melihat data, tetapi juga langsung mengambil tindakan—seperti mengirim email promosi kepada pelanggan yang meninggalkan keranjang belanja.

Bagi perusahaan Indonesia, terutama yang berada di segmen menengah ke bawah, akses ke platform terpadu seperti ini bisa menjadi pemerataan—memungkinkan mereka menikmati kemampuan yang sebelumnya hanya dimiliki perusahaan multinasional.


5. Dari Data ke Keputusan: Menyelaraskan Metrik dengan Tujuan Bisnis

Metrik pemasaran yang paling bermakna adalah yang langsung terkait dengan tujuan bisnis—bukan hanya KPI permukaan seperti jumlah klik atau tayangan. Misalnya:

  • Jika tujuan bisnis adalah meningkatkan retensi pelanggan, maka metrik seperti Customer Lifetime Value (CLV) atau repeat purchase rate jauh lebih relevan daripada CTR.
  • Jika tujuan adalah ekspansi pasar, maka cost per acquisition (CPA) di segmen baru lebih penting daripada total konversi.

Tim pemasaran perlu bekerja sama dengan tim keuangan dan operasional untuk memastikan bahwa metrik yang mereka lacak benar-benar mencerminkan kontribusi terhadap pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan.


Matasigma: Solusi Terintegrasi untuk Tim Pemasaran Modern di Indonesia

Dalam lanskap pemasaran yang semakin kompleks, Matasigma hadir sebagai mitra strategis bagi tim pemasaran di Indonesia yang ingin beralih dari sekadar mengumpulkan data ke benar-benar menggerakkan pertumbuhan. Dengan pendekatan yang menggabungkan keahlian dalam analitik bisnis, otomatisasi, dan strategi pemasaran, Matasigma membantu perusahaan membangun sistem yang memungkinkan setiap keputusan didasarkan pada data yang akurat, terintegrasi, dan dapat ditindaklanjuti.

Kami percaya bahwa teknologi—termasuk AI—harus melayani manusia, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, solusi kami dirancang agar mudah digunakan oleh tim pemasaran tanpa latar belakang teknis, sekaligus cukup kuat untuk mendukung strategi tingkat enterprise.


Call to Action

Jika tim pemasaran Anda masih kesulitan mengubah data menjadi strategi yang jelas, jadwalkan konsultasi gratis dengan tim Matasigma hari ini. Kami akan membantu Anda:

  • Mengidentifikasi celah dalam alur data Anda,
  • Merancang dashboard metrik yang selaras dengan tujuan bisnis,
  • Mengimplementasikan otomatisasi berbasis AI yang aman dan transparan.

FAQ

1. Apakah AI benar-benar diperlukan untuk tim pemasaran kecil?
Ya, asalkan didukung oleh data yang berkualitas. AI dapat membantu UMKM mengotomatiskan tugas repetitif seperti pelaporan atau segmentasi pelanggan, sehingga tim bisa fokus pada strategi kreatif.

2. Bagaimana cara memulai integrasi data jika kami menggunakan banyak tools berbeda?
Mulailah dengan memetakan sumber data utama (misalnya: Google Ads, Meta, e-commerce, CRM), lalu gunakan platform penghubung data (data pipeline) untuk menyatukannya ke dalam satu dashboard terpusat.

3. Apa bedanya antara metrik pemasaran biasa dan metrik yang berdampak bisnis?
Metrik biasa mengukur aktivitas (misalnya: jumlah klik), sedangkan metrik berdampak bisnis mengukur hasil (misalnya: peningkatan laba kotor dari kampanye tertentu).

4. Apakah konsolidasi tools berarti harus mengganti semua sistem lama?
Tidak selalu. Banyak platform modern dirancang untuk berintegrasi dengan tools yang sudah ada, sehingga Anda bisa mempertahankan investasi lama sambil membangun lapisan analitik baru di atasnya.

5. Bagaimana Matasigma berbeda dari penyedia analitik lain?
Matasigma tidak hanya menyediakan teknologi, tetapi juga pendampingan strategis—membantu tim pemasaran memahami mengapa suatu metrik penting dan bagaimana menggunakannya untuk mendorong pertumbuhan nyata.