Persepsi Salah Pebisnis tentang Jualan di Sosial Media: Apa yang Harus Diketahui

Persepsi salah tentang pemasaran di sosial media seringkali menghambat kesuksesan bisnis. Fokuslah pada interaksi bermakna, bukan hanya jumlah konten dan follower, serta sesuaikan strategi dengan jenis bisnis Anda.

Halo, sobat entrepreneur! Berbicara tentang pemasaran online kini menjadi hal yang sangat umum bagi pebisnis. Namun, seringkali kita mendapati persepsi yang salah dari para pebisnis terkait bagaimana memanfaatkan sosial media untuk menjual produk atau jasa. Kita sering berpikir bahwa membuat konten viral adalah satu-satunya cara untuk sukses di dunia maya. Padahal, ada banyak hal lain yang perlu diperhatikan agar bisnis kita benar-benar berkembang.

Mari kita bahas beberapa persepsi yang sering salah kaprah dan apa yang seharusnya dilakukan oleh pebisnis untuk mengoptimalkan kehadiran mereka di sosial media.

1. Fokus pada Like dan Share Saja, Bukankah Itu Cukup?

Persepsi: "Kalau konten saya banyak like dan share, pasti penjualan akan naik."

Realitanya: Tidak semudah itu, bro. Memang, likes dan shares bisa meningkatkan visibilitas, tapi tidak selalu berarti konversi penjualan juga ikut naik. Banyak bisnis yang memiliki followers ribuan, tapi tetap saja penjualan stagnan. Kenapa? Karena mereka hanya mengejar interaksi tanpa mempertimbangkan kualitas engagement dengan audiens.

Contoh Kasus:
Snoop Dogg dan Solo Stove pernah berkolaborasi dalam kampanye pemasaran yang mendapat 19.5 miliar impresi media global. Meskipun ini berhasil menambah 60,000 pengikut baru di media sosial, dua bulan kemudian CEO Solo Stove mengundurkan diri karena kampanye tersebut tidak meningkatkan penjualan seperti yang diharapkan. Ini membuktikan bahwa meski brand awareness meningkat, belum tentu hal tersebut berdampak langsung pada penjualan.

Solusi: Alih-alih hanya mencari like dan share, fokuslah pada interaksi yang bermakna . Misalnya, balas komentar, tanyakan pendapat mereka, atau buat polling singkat. Ini bikin pelanggan merasa lebih dekat dan dipedulikan oleh brand kamu.

2. Membuat Konten Secara Massal Akan Menarik Lebih Banyak Orang

Persepsi: "Semakin banyak postingan, semakin besar peluang orang tertarik."

Realitanya: Terlalu banyak konten malah bisa bikin pengikut bosan atau lelah (content fatigue). Bayangkan kamu melihat feed Instagram yang penuh dengan iklan dan promosi nonstop. Enggak nyaman, kan?

Contoh Kasus: Ada 254 juta postingan dengan hashtag #photographer di Instagram. Meski jumlahnya sangat besar, tantangan utamanya adalah bagaimana menonjol di antara ribuan konten serupa. Jeff Steinberg, yang awalnya mencoba menemukan pelanggan melalui pembuatan konten sosial media, akhirnya mengubah strateginya. Dia mencari influencer dengan setidaknya 10,000 pengikut yang sudah memiliki pasar premium. Hasilnya, dia mendapatkan lebih banyak pelanggan tanpa harus bersaing dalam produksi konten massal.

Solusi: Kualitas lebih penting daripada kuantitas. Buatlah konten yang bermakna dan relevan dengan target pasar. Sebisa mungkin, buatlah konten yang memberikan solusi atau nilai tambah bagi pengikut. Misalnya, tips-tips praktis, cerita inspiratif, atau tutorial singkat yang membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari.

3. Semua Orang Paham Tentang Produk Kamu

Persepsi: "Pelanggan sudah tahu produk saya, jadi nggak perlu dijelasin panjang lebar."

Realitanya: Setiap calon pelanggan memiliki tingkat pemahaman yang berbeda. Ada yang baru pertama kali mengenal produkmu, ada juga yang masih ragu-ragu. Kalau kamu asumsikan semua orang paham, bisa jadi banyak potensi pelanggan yang luput.

Contoh Kasus: Jeff Steinberg menjalankan program Fit Parent Project , di mana dia menawarkan paket minimum coaching senilai $2,000. Dia menyadari bahwa detail dan testimonial sangat penting untuk meyakinkan calon pelanggan. Dia mulai mengubah profil media sosialnya seperti halaman penjualan, dengan menampilkan update, studi kasus, dan testimoni. Hal ini membantunya merubah fokus dari sekadar mendapatkan perhatian ke arah konversi penjualan.

Solusi: Selalu sertakan deskripsi yang jelas dan detail pada setiap produk atau layanan yang dipromosikan. Gunakan bahasa yang mudah dimengerti dan hindari istilah-istilah teknis yang rumit. Bisa juga pakai visual seperti foto atau video untuk memperjelas penjelasanmu.

4. Sosial Media Adalah Tempat Untuk Promosi Doang

Persepsi: "Sosial media cuma tempat ngepromoin aja, nggak butuh usaha lain."

Realitanya: Sosial media adalah ekosistem yang dinamis. Kalau kamu hanya berfokus pada promosi, pelanggan bisa cepat merasa bosan. Mereka ingin interaksi yang lebih personal dan mendalam.

Contoh Kasus: Jeff Steinberg berkolaborasi dengan Rhowena, pemilik Healing Mama Co., untuk melakukan giveaway di Instagram. Untuk berpartisipasi, orang harus bergabung dengan komunitas Fit Parent Project . Akibatnya, lebih dari 100 orang baru bergabung dengan komunitasnya. Ini menunjukkan bahwa interaksi dan kegiatan komunitas dapat meningkatkan loyalitas dan partisipasi pelanggan.

Solusi: Bangun komunitas yang kuat di sosial media. Ajak pengikut untuk berpartisipasi dalam diskusi, event, atau giveaway. Hal ini bisa membuat mereka merasa lebih terlibat dan loyal terhadap brand-mu.

5. Semua Platform Sosial Media Harus Digunakan

Persepsi: "Semakin banyak platform, semakin baik."

Realitanya: Tidak semua platform cocok untuk semua jenis bisnis. Misalnya, jika bisnismu berorientasi pada visual seperti fotografi, Instagram atau Pinterest mungkin lebih efektif dibanding Twitter.

Contoh Kasus: Healing Mama Co., milik Rhowena, memilih untuk fokus pada Instagram, yang lebih cocok untuk produk pre-dan postpartum kit yang visualnya menarik. Dia mampu membangun basis followers 20,000 dengan konten berkualitas tinggi yang sesuai dengan demografis target marketnya.

Solusi: Pilih platform yang paling sesuai dengan target pasar dan jenis produk yang ditawarkan. Fokus pada dua atau tiga platform utama yang memiliki potensi terbesar untuk interaksi dengan pelanggan.


Bisnis Jasa Apa yang Cocok dan Tidak Cocok untuk Pemasaran di Sosial Media?

Setelah membahas beberapa kesalahan umum dalam pemasaran sosial media, mari kita lihat bisnis jasa apa yang cocok dan tidak cocok diterapkan dengan strategi ini, serta alasan di baliknya.

Bisnis Jasa Konsultan

Cocok untuk Sosial Media:

  1. Meningkatkan Kesadaran Brand dan Kepercayaan: Konsultan sering kali perlu membangun reputasi dan kepercayaan. Sosial media dapat digunakan untuk membagikan artikel, webinar, atau konten pendidikan yang menunjukkan keahlian mereka. Misalnya, Jeff Steinberg menggunakan Instagram untuk membagikan case studies dan testimonial dari kliennya, yang membantu meningkatkan kepercayaan dan minat pada jasanya.
  2. Membangun Komunitas: Melalui grup Facebook atau komunitas LinkedIn, konsultan dapat menciptakan ruang bagi pelanggan potensial untuk berdiskusi dan bertukar ide. Hal ini dapat memperkuat hubungan dengan pelanggan dan mendapatkan leads baru. Contohnya, seorang konsultan bisnis mungkin membuat grup diskusi tentang inovasi terbaru di industri tertentu.
  3. Mengubah Profil Menjadi Halaman Penjualan: Seperti Jeff Steinberg yang mengubah profilnya menjadi halaman penjualan, konsultan dapat memaksimalkan penggunaan bio, deskripsi layanan, dan testimonial untuk menarik prospek. Ini bisa sangat efektif jika dilakukan dengan tepat dan konsisten.

Tidak Cocok untuk Sosial Media:

  1. Interaksi Langsung dan Personal: Meski sosial media dapat meningkatkan kesadaran brand, konsultasi sering kali memerlukan interaksi langsung dan personal. Klien biasanya mencari konsultan yang dapat memberikan solusi khusus, yang sulit dicapai hanya melalui media sosial. Contohnya, konsultan hukum atau psikolog mungkin membutuhkan sesi tatap muka atau panggilan telepon untuk memberikan layanan yang optimal.
  2. Konten yang Memerlukan Kerahasiaan: Beberapa jasa konsultasi melibatkan informasi sensitif atau rahasia, seperti konsultasi keuangan atau hukum. Mempromosikan layanan ini secara publik dapat menimbulkan masalah etika dan hukum. Oleh karena itu, sosial media mungkin bukan platform yang tepat untuk promosi jenis layanan ini.

Bisnis Jasa Desain Grafis

Cocok untuk Sosial Media:

  1. Portfolio Visual: Desainer grafis dapat memanfaatkan platform seperti Instagram dan Behance untuk menampilkan portofolio visual mereka. Konten visual yang menarik dan berkualitas tinggi dapat mempromosikan keahlian desainer secara efektif. Misalnya, seorang desainer UI/UX dapat membagikan mockup aplikasi atau website yang telah dibuatnya.
  2. Pendekatan Kreatif: Desainer grafis dapat memanfaatkan fitur-fitur kreatif seperti Instagram Stories, Reels, atau TikTok untuk memamerkan proses kreasi mereka. Hal ini dapat menarik perhatian pelanggan dengan cara yang unik dan menarik.
  3. Interaksi Dengan Pelanggan: Melalui sosial media, desainer grafis dapat berinteraksi langsung dengan pelanggan potensial, menjawab pertanyaan, dan memberikan sampel gratis. Ini dapat memperkuat hubungan dengan pelanggan dan membangun loyalitas.

Tidak Cocok untuk Sosial Media:

  1. Keterbatasan Interaksi Mendalam: Sosial media mungkin kurang efektif untuk proyek-proyek yang membutuhkan banyak revisi atau diskusi mendalam. Misalnya, proyek branding yang kompleks mungkin memerlukan pertemuan tatap muka atau video call untuk memastikan pemahaman yang sama antara desainer dan klien.
  2. Konten yang Memerlukan Rahasia: Proyek yang melibatkan informasi rahasia atau kontrak eksklusif mungkin tidak cocok dipromosikan secara publik. Misalnya, desain logo atau identitas merek untuk perusahaan besar sering kali diminta untuk diselesaikan secara rahasia.

Penutup

Dalam dunia digital yang semakin dinamis, penting bagi pebisnis untuk memahami bahwa sosial media bukanlah satu-satunya solusi untuk setiap jenis bisnis. Untuk bisnis jasa konsultan, sosial media dapat menjadi alat yang efektif untuk membangun kesadaran brand dan kepercayaan, tetapi masih memerlukan interaksi langsung dan personal untuk layanan yang lebih mendalam. Sedangkan untuk bisnis jasa desain grafis, sosial media sangat cocok untuk menampilkan portfolio dan interaksi kreatif, namun mungkin kurang efektif untuk proyek yang membutuhkan diskusi mendalam atau kerahasiaan.

Jadi, pilihlah strategi pemasaran sosial media yang paling sesuai dengan jenis bisnis dan kebutuhan pelanggan Anda. Semoga artikel ini membantu Anda memahami lebih baik tentang bagaimana memanfaatkan sosial media secara optimal. Selamat mencoba dan semoga sukses! 😊