Tax 101 : Mekanisme Penagihan Pajak terhadap Wajib Pajak yang Bubar atau Dinyatakan Pailit

Dalam kasus wajib pajak pailit, surat paksa diberitahukan kepada kurator, hakim pengawas, atau Balai Harta Peninggalan. Jika bubar atau likuidasi, diberikan kepada likuidator atau pihak yang bertanggung jawab atas pemberesan

Sebagai pemilik perusahaan, Anda mungkin fokus pada pertumbuhan bisnis, pengelolaan keuangan, dan strategi pasar. Namun, tak kalah penting adalah memahami tanggung jawab hukum perusahaan di akhir masa operasinya — baik karena dibubarkan secara sukarela maupun dinyatakan pailit. Salah satu aspek krusial yang sering terabaikan adalah penyelesaian kewajiban perpajakan sebelum proses pembagian aset.

Banyak pelaku usaha beranggapan bahwa ketika perusahaan tidak lagi aktif atau dinyatakan pailit, maka semua kewajiban, termasuk pajak, otomatis berakhir. Ini adalah kesalahan besar. Faktanya, utang pajak tetap eksis meskipun badan usaha sudah tidak beroperasi, dan jika tidak ditangani dengan benar, bisa menimbulkan risiko hukum bagi Anda sebagai pendiri, direksi, atau likuidator.

Apa yang Terjadi Jika Perusahaan Dinyatakan Pailit?

Ketika perusahaan gagal memenuhi kewajiban keuangannya dan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, pengelolaan aset dialihkan kepada kurator. Namun, status pailit tidak menghapus utang pajak. Justru, dalam situasi ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki hak untuk mengajukan klaim melalui surat paksa yang diberitahukan langsung kepada kurator, hakim pengawas, atau Balai Harta Peninggalan.

Artinya, DJP akan masuk sebagai kreditur fiskal dalam daftar konkursus. Dan sesuai Pasal 21 ayat (3a) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), kurator dilarang membagikan harta pailit kepada kreditur atau pemegang saham sebelum utang pajak dilunasi. Jika hal ini dilanggar, Anda atau pihak yang bertindak sebagai pengurus bisa dituntut secara hukum.

Contoh Nyata:
PT XYZ, perusahaan logistik di Surabaya, dinyatakan pailit tahun lalu. Kurator menjual aset perusahaan dan mulai membagikan hasilnya kepada kreditur tanpa terlebih dahulu menyelesaikan utang pajak senilai Rp2,1 miliar. DJP kemudian mengajukan gugatan. Hakim memutuskan bahwa kurator dan mantan direktur utama turut bertanggung jawab secara pribadi atas utang tersebut karena prosedur prioritas tidak dipatuhi.

Jika Perusahaan Anda Memilih Dibubarkan Secara Sukarela

Pembubaran perusahaan — baik karena habis masa berlaku atau keputusan pemegang saham — juga tidak lepas dari kewajiban perpajakan. Dalam proses likuidasi, likuidator atau panitia pemberesan wajib menyelesaikan semua kewajiban, termasuk pajak, sebelum membagikan sisa harta kepada pemegang saham.

Surat paksa dapat diberitahukan langsung kepada Anda atau pihak yang ditunjuk sebagai likuidator. Jika Anda sebagai pemilik perusahaan masih terlibat dalam proses pemberesan, pastikan:

  • Semua Surat Tagihan Pajak (STP) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) telah diketahui.
  • Utang pajak dicatat sebagai bagian dari kewajiban yang harus diselesaikan.
  • Tidak ada distribusi aset tanpa persetujuan atau konfirmasi dari DJP.

Pelanggaran terhadap aturan ini bisa membuat Anda bertanggung jawab secara pribadi, bahkan setelah perusahaan resmi dibubarkan.

Rekomendasi Praktis untuk Pemilik Perusahaan

Agar Anda terhindar dari sanksi, gugatan, atau tuntutan hukum, berikut langkah-langkah yang sebaiknya Anda ambil:

  1. Lakukan Audit Internal Sebelum Pembubaran atau Likuidasi
    Lakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap seluruh kewajiban perpajakan. Pastikan tidak ada STP yang belum diketahui, SPT yang belum dilaporkan, atau potensi koreksi dari DJP.
  2. Komunikasikan dengan DJP Lebih Awal
    Jika Anda berencana membubarkan perusahaan, sebaiknya ajukan permohonan klarifikasi ke kantor pajak terdaftar. Mintalah surat keterangan fiskal atau bukti tidak ada tunggakan. Ini bisa menjadi perlindungan hukum jika di masa depan muncul klaim.
  3. Pastikan Likuidator Memahami Tanggung Jawab Perpajakan
    Jika Anda menunjuk pihak ketiga sebagai likuidator, pastikan mereka memahami bahwa mereka bisa dituntut secara pribadi jika mengabaikan utang pajak. Berikan dokumen lengkap dan dorong mereka untuk berkoordinasi dengan DJP.
  4. Jangan Abaikan Surat Paksa, Bahkan Jika Perusahaan Sudah Tidak Aktif
    Surat paksa tetap sah secara hukum meskipun perusahaan sedang atau sudah dibubarkan. Jika Anda menerima surat paksa, jangan abaikan. Respons segera, baik dengan pelunasan, keberatan, atau koordinasi dengan pihak terkait.
  5. Gunakan Kuasa Hukum atau Konsultan Pajak yang Terpercaya
    Dalam kasus kompleks seperti pailit atau likuidasi, sangat disarankan untuk melibatkan konsultan pajak atau advokat yang berpengalaman. Mereka dapat membantu Anda memastikan bahwa semua prosedur dipenuhi secara hukum dan meminimalkan risiko.

Apa yang Harus Dilakukan Sekarang?

Jika perusahaan Anda saat ini sedang menghadapi tekanan keuangan, proses restrukturisasi, atau pertimbangan pembubaran, langkah pertama yang harus Anda ambil adalah mengevaluasi posisi perpajakan Anda secara menyeluruh. Jangan menunggu sampai DJP menerbitkan STP atau surat paksa.

Langkah proaktif — seperti melakukan konsultasi dengan kantor pajak, mengajukan penghapusan sanksi, atau merencanakan pelunasan bertahap — bisa menyelamatkan Anda dari beban yang lebih besar di kemudian hari.

Ingat: Pajak bukan hanya urusan administrasi, tapi bagian dari tanggung jawab hukum sebagai pelaku usaha. Mengabaikannya di masa akhir operasi perusahaan bisa berdampak pada reputasi, aset pribadi, bahkan kebebasan Anda.


Penutup


Status pailit atau pembubaran perusahaan bukanlah akhir dari kewajiban perpajakan. Sebagai pemilik usaha, Anda memiliki tanggung jawab hingga tahap akhir, terutama dalam memastikan bahwa utang pajak dilunasi sebelum aset dibagikan. Dengan pemahaman yang benar dan tindakan proaktif, Anda dapat menutup perjalanan bisnis secara tertib, tanpa meninggalkan risiko hukum bagi diri sendiri atau pihak lain.